HAK CIPTA
A. Pengertian Hak Cipta
Menurut Wikipedia,
yang dimaksud dengan hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak
cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu
ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk
membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak
cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Menurut Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukam dan HAM, hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Patricia
Loughlan, hak cipta adalah bentuk kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak
eksklusif untuk mengawasi penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual,
sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu
kesusastraan, drama, musik dan pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio
dan siaran televisi, serta karya tulis yang diperbanyak melalui penerbitan.
Pengertian hak cipta
menurut McKeoug dan Stewart, hak cipta adalah suatu konsep di mana pencipta
(artis, musisi, pembuat film) yang memiliki hak untuk memanfaatkan hasil
karyanya tanpa memperbolehkan pihak lain untuk meniru hasil karyanya tersebut.
Dalam UU No. 28
Tahun 2014 Mengenai Hak Cipta, pengertian hak cipta adalah hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah
suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak cipta berlaku
pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan".
Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film,
karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio
dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
B. Sejarah Hak Cipta
Konsep hak cipta
dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa
Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh
Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan
tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya.
Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang
pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya, hak
monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak.
Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710
dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention
for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang
Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada
tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara
negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara
otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya
untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan
dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright
terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si
pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku
copyright tersebut selesai.
Pada tahun 1958,
Perdana Menteri Ir. R. Djoeanda Kartawidjaja menyatakan Indonesia keluar dari
Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya,
cipta, dan karya bangsa asing tanpa harus membayar royalti. Pada tahun 1982,
Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan
Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta
yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada
akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam hubungan
antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights – TRIPs
(“Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual”). Ratifikasi
tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun
1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property
Organization Copyrights Treaty (“Perjanjian Hak Cipta WIPO”) melalui Keputusan
Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
C. Istilah-Istilah
dalam Hak Cipta
Terdapat istilah-istilah yang terkait
dalam pembahasan hak cipta. Berikut ini merupakan penjelasan tentang istilah-istilah
dalam hak cipta.
1. Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa
orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2. Pemegang
Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta,
atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang
menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
3. Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam
bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalamlapangan ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra.
4. Pengumuman
Pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat
apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga
suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
5. Perbanyakan
Penambahan jumlah sesuatu Ciptaan,
baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan
menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan
secara permanen atau temporer.
6. Lisensi
Izin yang diberikan oleh Pemegang Hak
Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
D. Fungsi
Hak Cipta
Pada pasal 2 UU No.19 tahun 2002 dalam hal ini
menjelaskan mengenai fungsi dan sifat hak cipta itu sendiri. Bunyi dari pasal
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
perundangundangan yang berlaku.
2. Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer
memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersial.
E. Sifat-Sifat
Hak Cipta
Sifat-sifat hak cipta
terdiri dari enam bagian, sifat-sifat tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Pencipta
atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki
hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya
menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
2. Hak
Cipta dianggap sebagai benda bergerak. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya
maupun sebagian karena :
a. Pewarisan;
b. Wasiat;
c. Hibah;
d. Perjanjian
tertulis atau Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan
3. Jika
suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua
orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin
serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada
orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya
dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.
4. Jika
suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang
lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah
orang yang merancang Ciptaan itu.
5. Jika
suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan
pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya
Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan
tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai
ke luar hubungan dinas.
6. Jika
suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang
membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta,
kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.
F. Undang-Undang
Hak Cipta
Batasan tentang
apa saja yang dilindungi dan tidak dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan
pada rumusan Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai
berikut :
1. Ciptaan
yang dilindungi
a. Buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah,
kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. Alat
peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. Lagu
atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama
atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. Seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni
batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
2. Ciptaan
yang tidak diberi Hak Cipta
Sebagai
pengecualian terhadap ketentuan di atas, tidak diberikan Hak Cipta untuk
hal-hal berikut:
a. Hasil
rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. Peraturan
perundang-undangan;
c. Pidato
kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. Putusan
pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. Keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
G. Pelanggaran
dan Sanksi Pidana
Dalam
Undang-Undang Hak Cipta juga di atur tentang pembebanan denda dan pengganjaran
hukuman penjara sebagai sanksi pidana atas setiap pelanggaran terhadap Hak
Cipta. Pada Undang-Undang R.I. No.19 tahun 2002, terjadi perubahan yang cukup
signifikan yang menyangkut sanksi pidana tersebut. Kalau pada Undang-Undang Hak
Cipta No.12 tahun 1997 yang lalu, sanksi pidana hanya menentukan pidana penjara
maksimal 5 (lima) tahun tanpa hukuman minimal, tapi pada Undang-Undang yang
baru ini telah ditentukan hukuman minimal atau singkat 1 (satu) bulan penjara
dan maksimal 7 (tujuh) tahun penjara serta denda sebesar 5 (lima) milyar
rupiah.
Berikut ini kami
kutipkan ketentuan mengenai sanksi pidana atas pelanggaran Hak Cipta dalam Undang-Undang
R.I. No.19 tahun 2002 :
1. Pasal
72
a. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda
paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7
(Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
b. Barang
siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada
umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
c. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
d. Barang
siapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupah).
e. Barang
siapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
f. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak
Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
g. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
h. Barang
siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
i. Barang
siapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu
milyar lima ratus juta rupiah).
2. Pasal
73
a. Ciptaan
atau barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak terkait serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
Negara untuk dimusnahkan.
b. Ciptaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat
dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas :
a. Penggunaan
Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya
ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan
di dalam atau di luar Pengadilan;
c. Pengambilan
Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
1) Ceramah
yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
2) Pertunjukan
atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan
kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan
suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille
guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan
suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat
apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu
pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. Perubahan
yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya
arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. Pembuatan
salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang
dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
H. Lama
Perlindungan Hak Cipta
Bentuk
perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin
Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku
selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun
setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta
menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:
1. Program
komputer;
2. Sinematografi;
3. Fotografi;
4. Database;
dan
5. Karya
hasil pengalihwujudan
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diumumkan.
I. Pendaftaran
Hak Cipta
Perlindungan suatu ciptaan timbul secara otomatis
sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran ciptaan tidak
merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat
pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Ciptaan
dapat didaftarkan ke Kantor Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual-Departemen Hukum dan HAM (Ditjen HKI-Kemenkum HAM).
Sumber
referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://www.dgip.go.id/hak-cipta
http://www.yrci.or.id/sejarah-hak-cipta-di-indonesia/
http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-hak-cipta-menurut-pakar.html#_
https://andasiallagan92.wordpress.com/2014/04/15/hak-cipta/
http://computerssmaintenance.blogspot.co.id/2013/04/hak-cipta-fungsi-sifat-dan-penggunaan.html
https://blogmusic12.wordpress.com/2009/01/17/saksi-pelanggaran/
Pendapat
Pribadi :
Menurut
saya, sebagai manusia kita harus menghargai karya orang lain dengan mememinta
izin pemiliki karya tersebut atau dengan mencantumkan sumber aslinya. Karena
apabila kita tidak menulisakan sumber atau meminta izin dari orang pemilik
karya tersebut, siap-siap kita akan dituntut atau terkena pelanggaran
undang-undang hak cipta yang akan mengakitabkan kita terkena sanksi tersebut.
Kita juga harus mempelajari hak cipta agar mengetahui ketentuan-ketentuan hak
cipta dan tidak sembarangan mengambil karya orang lain.