Rabu, 19 November 2014

IBD - Bab 2 (Manusia dan Kebudayaan)

BAB 2
MANUSIA dan KEBUDAYAAN

A. MANUSIA
Manusia di alam dunia ini memegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari banyak segi. Dalam ilmu eksakta, manusia dipandang sebagai kumpulan dari partikel-partikel atom yang membentuk jaringan-jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia (ilmu kimia), manusia merupakan kumpulan dari energi (ilmu fisika), manusia merupakan makhluk biologis yang tergolong dalam golongan makhluk mamalia (biologi). Dalam ilmu-ilmu social, manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering disebut homo economius (ilmu ekonomi), manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosiologi), makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yang berbudaya, sering disebut homo-humanus (filsafat), dan lain sebagainya.
Ada dua pandangan yang akan kita jadikan acuan untuk menjelaskan tentang unsur-unsur yang membangun manusia.
1)      Manusia itu terdiri dari empat unsur yang saling terkait, yaitu
a.       Jasad
b.      Hayat
c.       Ruh
d.      Nafsu
2)      Manusia sebagai satu kepribadian mengandung tiga unsur yaitu :
a.       Id
b.      Ego
c.       Superego


B. HAKEKAT MANUSIA
a.       Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
b.      Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan makhluk lainnya
c.       Makhluk biokultural, yaitu makhluk hayati yang budayawi
d.      Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya

C. KEPRIBADIAN BANGSA TIMUR
Francis L.K Hsu, sarjana Amerika keturunan Cina yang mengkombinasikan dalam dirinya keahlian di dalam ilmu antropologi, ilmu psikologi, ilmu filsafat dan kesusastraan cina klasik. Karya tulisnya berjudul Psychological Homeostatis Cina Klasik. Majalah American Anthropologist, jilid 73 tahun 1971, halamn 23-24.
Berikut ini dipaparkan bagan mengani psiko-sosiagram manusia sebagaimana diuraikan di atas menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul kebudayaan, mantalitas dan pembangunan, halaman 128.



D. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan jika dikaji dari asal kata Bahasa sanskerta berasal dari kata budhayah yang berarti budi atau akal. Dalam Bahasa latin, kebudayaan berasal dari kata colere, yang berarti mengolah tanah, jadi kebudayaan secara umum dapat diartikan sebagai “segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia dengan tujuan untuk mengolah tanah atau tempat tinggalnya:, atau dapat pula diartikan segala usaha manusia untuk dapat melangsungkan dan mempertahankan hidupnya di dalam lingkungannya”.
Seorang antropolog yaitu E.B.Tylor (1871) mendefinisikan kebudayaan sebagai beikut : “Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaa-kebiasaan yang diciptakan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Koentjaraningrat mengatakan, bahwa kebudayaan antara lain berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.
A.L Krober dan C.Kluckhon mengatakan, bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.
C.A.Van Peursen mengatakan, bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang, berlainan dengan hewan-hewan, maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam.
Kroeber dan Kluckhon mendefinisikan kebudayaan; kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menysun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk didalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi dan cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

E. UNSUR – UNSUR KRBUDAYAAN
Beberapa orang sarjana, telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan, misalnya Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan. Dikatakannya bahwa hanya ada empat unsur dalam kebudayaan, yaitu alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga, dan kekuatan politik. Sedangkan Bronislaw Malinowski mengatakn bahwa unsur-unsur itu terdiri dari sistem norma, organisasi ekonomi, alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan, dan organisasi kekuatan.
C.Kluckhon di dalam karyanya berjudul Universal Categories of Culture mengemukakan, bahwa ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu :
            1. Sistem religi (sistem kepercayaan)
            2. Sistem organisasi kemasyarakatan
            3. Sistem pengetahuan
            4. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
            5. Sistem teknologi dan peralatan
            6. Bahasa
            7. Kesenian

F.  WUJUD KEBUDAYAAN
Menurut dimensi wujudnya, kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu :
1.      Kompleks gagasan, konsep, dan pikiran manusia
2.      Kompleks aktivitas
3.      Wujud sebagai benda

G.   ORIENTASI NILAI BUDAYA
Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem nilai. Menurut C.Kluckhon dalam karyanya Variations in Value Orientation (1961) sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu :
1.      Hakekat hisup manusia
2.      Hakekat karya manusia
3.      Hakekat waktu manusia
4.      Hakekat alam manusia
5.      Hakekat hubungan manusia

H.   PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Masyarakat dan kebudayaan dimanapun selalu dalam keadaan berubah, sekalipun masyarakat dan kebudayaan primitif yang terisolasi dari berbagi hubungan dengan masyarakat lainnya.
Terjadinya gerak / perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal :
1.      Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk
2.      Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah lebih cepat
Proses akulturasi di dalam sejarah kebudayaan terjadi dalam masa-masa silam. Biasanya suatu masyarakat hidup bertetangga dengan masyarakat-masyarakat lainnya dan antara mereka terjadi hubungan-hubungan, mungkin dalam lapangan perdagangan, pemerintahan dan sebagainya. Pada saat itulah unsur-unsur masing-masing kebudayaan saling menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala, mempermudah berlangsungnya akulturasi tersebut. Beberapa masalah yang menyangkut proses tadi adalah:
1)      Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima
2)      Unsur-unsur kebudayaan asing mankah yang sulit diterima
3)      Individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur yang baru
4)      Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut

1.      Pada umunya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah :
·         Unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya
·         Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar
·         Unsur –unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur-unsut tersebut
2.      Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh sesuatu masyarakat adalah misalnya :
·         Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain
·         Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi
3.      Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya, generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru
4.      Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi

Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya :
1.      Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut
2.      Jika pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama, dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata yang ada, maka penerimaan unsur baru itu mengalami hambatan dan harus disensor dulu oleh berbagai ukuran yang berlandaskan ajaran agama yang berlaku
3.      Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru
4.      Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut
5.      Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan

I.     KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Secara sederhana hubungan manusia antara manusia dan kebudayaan adalah manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan objek yang dilaksanakan manusia.
Manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang mebuatnya
Dari sisi lain, hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dengan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis, maksudnya saling terkait satu sama lain. Proses ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1.      Eksternalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya
2.      Obyektivasi, yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia
3.      Internalisasi, yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia

Apabia manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)

  • Contoh Artikel / Kasus :

Tedhak Siten, Salah Satu Adat Jawa yang Semakin Pudar

Tedhak siten, merupakan salah satu budaya masyarakat Jawa untuk balita yang berusia antara tujuh atau delapan bulan. Atau pertama kalinya kaki si anak menyentuh tanah. Tedhak artinya turun dan siten berasal dari kata siti yang berarti tanah. Jadi tedhak siten adalah rangkaian upacara turun tanah yang bertujuan agar si anak tumbuh menjadi anak yang mandiri dan mampu menghadapi setiap godaan atau rintangan dalam hidupnya. Selain itu upacara tedhak siten juga mempunyai makna kedekatan anak dengan ibu. Ibu disini maksudnya adalah ibu pertiwi atau tanah kelahiran.

Ritual tedhak siten menggambarkan persiapan seorang anak dari kecil sampai dewasa untuk menjalani setiap fase kehidupan dengan baik dan benar sehingga diharapkan sukses di masa depannya. Sedangkan bagi para leluhur, ritual adat ini merupakan wujud penghormatan bagi bumi sebagai tempat bagi si kecil yang mulai belajar berjalan dengan diiringi do’a- do’a baik dari orang tua maupun sesepuh.

Adapun urutan jalannya upacara tedhak siten sebagai berikut :

1. Upacara tedhak siten biasanya diadakan pada pagi hari. Ketika semua tamu yang biasanya hanya terdiri dari keluarga dekat sudah hadir, dengan dituntun sang ibu anak berjalan maju dengan menginjak bubur yang terbuat dari beras ketan dengan tujuh warna. Yaitu warna merah, putih, kuning, hijau, biru, ungu dan orange. Warna- warni beras ketan tersebut menggambarkan warna-warni kehidupan. Sedangankan angka tujuh dalam bahasa Jawa artinya pitu. Mengandung makna pitulungan atau pertolongan. Pada saat si anak berjalan melewati warna demi warna dari beras ketan tersebut, diharapkan si anak mampu melewati tahapan demi tahapan dalam kehidupannya dengan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa tentunya.

2. Selanjutnya si anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari tebu. Tebu disini merupakan singkatan dari antebing kalbu, atau mantapnya hati. Sehingga diharapkan anak mempunyai kemantapan hati dalam menjalani kehidupan. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai tua.

3. Setelah turun dari anak tangga, si anak dituntun berjalan menuju onggokan pasir yang sudah disediakan. Di situ si anak ceker-ceker atau mengais pasir dengan kakinya. Hal itu mengandung makna jika sudah waktunya/dewasa, dia pandai mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.



4. Si anak kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias sedemikian rupa. Di dalam kurungan tersebut terdapat beberapa benda. Misalnya: bohlam, buku, HP, raket, bola dsb. Si anak dibiarkan memilih benda-benda tersebut. Misalnya dia memilih bohlam, nantinya dia akan menjadi anak yang pandai dan menjadi penerang di lingkungan sekitarnya. Sedangkan kurungan merupakan lambang dari dunia. Artinya si anak sudah mulai memasuki dunia nyata dalam kehidupannya.

5. Tahapan selanjutnya bapak atau kakek (jika masih ada) menyebar udik-udik. Udik-udik adalah uang logam yang sudah dicampur dengan berbagai macam bunga. Hal ini mengandung makna, kelak si anak mempunyai sifat dermawan, gemar ber-shodaqoh sehingga rejekinya lancar.

6. Pada tahap ini si anak dibasuh atau dimandikan dengan kembang setaman (bunga setaman), dengan tujuan nantinya si anak mempunyai nama yang harum dan mampu membawa nama baik keluarga, agama dan berguna bagi masyakarat.

7. Terakhir, si anak didandani dengan pakaian yang bagus dan bersih. Hal ini mengandung makna supaya mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan mampu membanggakan keluarga.
Ritual tedhak siten sarat makna dan nilai filosifis. Dengan menjalani kehidupan yang baik dan menjaga keseimbangan alam, maka akan timbul kehidupan yang nyaman dan damai. Karena bumi dan tanah sudah memberi banyak hal dalam kehidupan manusia. Pada saat inilah terbuka kesempatan kita untuk berbuat sebaik-baiknya. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga masyarakat pada umumnya. Sehingga pada saat buku kehidupan kita selesai, kita dapat diri sebagai pribadi yang berkenan kepada-Nya.

Hanya saja, seiring perkembangan jaman ritual tedhak siten semakin sulit dan jarang dijumpai pada masyarakat Jawa pada khusunya. Entah karena kesibukan, dianggap kuno, buang-buang waktu dan uang ataupun lainnya. Sayang…


Referensi Contoh :
http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/02/tedhak-siten-salah-satu-adat-jawa-yang-semakin-pudar-623491.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar